Bawaslu Palembang Soroti Peran Partai Politik sebagai Infrastruktur Demokrasi dalam Penguatan Pengawasan
|
Palembang, BWSPLG — Di sela agenda penguatan kapasitas SDM Bawaslu di belakang panggung, sebuah diskusi bergulir di meja rapat internal Bawaslu Kota Palembang mengerucut pada satu tema besar: bagaimana memahami partai politik bukan hanya sebagai peserta Pemilu, tetapi sebagai infrastruktur demokrasi yang menentukan arah pengawasan. Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, M. Hasbi, menyebut bahwa pengawasan yang matang menuntut pemahaman yang lebih dalam terhadap ekologi kepartaian.
“Partai politik bukan sekadar aktor. Ia adalah saluran yang membawa aspirasi masyarakat ke dalam proses kenegaraan. Tanpa memahami bagaimana mereka bekerja, kita akan kehilangan konteks dalam membaca potensi kerawanan,” ujar Hasbi membuka pembahasan pada Kamis (10/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa struktur, orientasi, dan dinamika internal partai politik memengaruhi banyak aspek dalam penyelenggaraan Pemilu. Mulai dari rekrutmen politik, penyusunan kebijakan, hingga pola komunikasi publik. Hasbi merujuk pada pandangan klasik Miriam Budiardjo dan Sigmund Neumann yang menempatkan partai politik sebagai “organisasi yang menghubungkan kehendak warga dengan arah pemerintahan”. Baginya, perspektif ini tetap relevan untuk membaca kualitas demokrasi hari ini.
Pembahasan kemudian mengalir pada variasi sistem kepartaian yang berkembang secara global. Indonesia yang menganut sistem multipartai, menurut Hasbi, berada dalam lanskap politik yang sangat dinamis. Koalisi dapat berubah, orientasi partai bergeser, dan strategi kampanye menyesuaikan iklim sosial. “Di sinilah pentingnya pengawas memahami konfigurasi partai: siapa basisnya, bagaimana gaya organisasinya, dan apa orientasi kebijakannya. Pengetahuan ini yang membedakan pengawasan reaktif dengan pengawasan yang benar-benar proaktif,” jelasnya.
Hasbi juga menyoroti keberagaman tipe partai: partai massa, partai kader, hingga partai catch-all yang bergerak lincah mengikuti opini publik. Perbedaan karakter ini menentukan cara partai memobilisasi dukungan, menyusun agenda, maupun membangun citra. Semua ini, menurutnya, akan berimplikasi langsung pada potensi pelanggaran, baik pada tahap pencalonan, kampanye, maupun pembiayaan.
“Setiap tipe partai membawa pola. Dan setiap pola membawa potensi kerentanan. Tugas kita adalah mengenalinya, bukan sekadar menunggu laporan,” tegas Hasbi.
Menutup diskusi, ia menyampaikan bahwa literasi kepartaian adalah bagian dari kapasitas strategis yang harus dimiliki pengawas Pemilu. Pemahaman terhadap bagaimana partai politik bertindak, bergerak, dan bersaing akan memperkaya analisis pengawasan dan memperkuat kemampuan membaca dinamika sebelum menjadi sengketa.
“Pengawasan yang kuat lahir dari pengawas yang memahami lanskap. Bukan hanya menjaga proses, tetapi memahami aktor yang menggerakkan proses itu. Di situlah letak kepekaan pengawasan,” tutup Hasbi.
⸻
Dipublikasikan oleh:
Zainal Prima Putra, Subbagian Humas
Badan Pengawas Pemilihan Umum Kota Palembang
[www.palembang.bawaslu.go.id]
Penulis : Zainal Prima Putra
Foto : Zainal Prima Putra
Editor : A. Fajri Hidayat